Timing yang Tepat

Setiap kali bermain basket, gue bisa berlari dengan sangat cepat tanpa merasa capek, dan sekali pun capek, rasa capek itu hilang ketika gue sudah mandapatkan bola dari musuh dan berhasil mencetak point. Tapi sayangnya, kecepatan dan stamina gue dalam bermain basket tidak berlaku di kehidupan percintaan gue.

New-York-City-Basketball-Court_www.FullHDWpp.com_

Di tim basket SMA, gue lah pemain yang tercepat dan memiliki stamina lebih dibanding pemain-pemain lain. Gue juga satu-satunya pemain yang ga punya cewek di tim basket putra. Sampe akhirnya gue hampir bergabung dengan tim basket putri, biar sama-sama ga ada yang punya cewek.

Sering kali gue mencoba melakukan pendekatan dengan sangat hati-hati ke setiap cewek yang gue incer, gue takut salah jalan dalam melakukan pendekatan. Pertanyaan-pertanyaan yang membuka obrolan di chat sudah gue luncurkan, mulai dari “Lagi apa?” sampe nanya “Menurut anda, apa yang menyebabkan Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia? Jabarkan dan jelaskan!”  semua udah gue tanyain.  Sampe akhirnya gue ngajak ketemuan dengan maksud buat nembak dia, tapi yang bales malah cowoknya. Mati! Lagi-lagi gue kalah cepat.

Selama ini, setiap gue memenangkan pertandingan basket, rasanya hambar. Ga ada yang memberikan senyuman bangga di akhir pertandingan, kecuali orangtua gue. Itu juga kalo orangtua gue nonton. Gue kepingin seperti temen-temen gue yang lain, di akhir pertandingan selalu dimanjain dan dielapin pake handuk kecil. Sedangkan gue, gue hanya bisa ngelapin badan gue sendiri pake kanebo kering dan termangu melihat kebahagian temen-temen gue karena kasih sayang pacarnya.

Gue terus berlari dengan cepat agar bisa mengejar seorang wanita yang nantinya bisa merasakan kebahagiaan gue, dan ngelapin keringet gue di akhir pertandingan pake kanebo kering. Hal seperti itu selalu gue lamunkan di sela-sela waktu luang. Gue membayangkan ada yang tersenyum sambil loncat-loncat ketika gue mencetak point, berharap-harap cemas ketika gue terjatuh, menangis sedih sambil mengajak penonton lain tahlilan ketika gue dikalahkan tim lawan. Hal seperti itu yang selalu gue harapkan. Tapi gue ga pernah tau kapan hal itu akan terjadi kepada gue.

Gue menemukan seorang wanita  di contact BBM temen, tanpa pikir panjang, karena tiap kali gue pikir panjang  gue langsung stres dan lari ke luar rumah buat ngemutin encu di got-got depan rumah, akhirnya gue chat dia. Gue ga mau kecolongan lagi, gue mau gerak cepet buat dapetin dia.

“Hai, lagi apaaa? Besok ketemuan yuk? Gue tunggu di cafe samping GOR jam 4 sore ya.” gue langsung ngajak dia ketemuan lewat chat. Dan rencananya gue bakal langsung nembak dia.

“…”

Ga ada balesan dari dia sejak 3 jam setelah gue chat dia, bahkan sampe acara D’Academy udahan pun belum ada chat masuk dari dia di handphone pintar gue. Gue hanya ingin bergerak cepat buat dapetin cewek, tapi sayangnya kecepatan yang gue lakuin pun salah juga. Yang gue dapet hanyalah kebingungan yang luar biasa menempel di kepala  gue. Mungkin pendekatan yang gue lakuin ke cewek ini adalah kerja keras gue yang terakhir kalinya untuk mendapatkan pacar.

Hari ini gue bermain di tim PORDA Kota Bogor, dan pemain-pemain yang main bersama gue pun bukan lagi anak SMA seperti temen-temen tim basket SMA gue. Mereka sudah kuliah dan rata-rata ada di semester 3. Saat pertandingan dimulai, gue sangat percaya diri bisa mengalahkan mereka karena gue yakin dengan kecepatan dan stamina yang gue miliki. Sampe akhirnya gue kalah dan tersadar kalo kecepatan saja ga cukup buat main di level PORDA, gue harus tau timing. Gue harus tau kapan bermain cepat, dan kapan bermain lambat.

Seusai pertandingan gue dapet pelajaran, semakin tinggi level bermain bola basket, yang kita butuhkan bukanlah kecepatan lagi. Tapi timing yang pas. Seketika gue tersadar kenapa gue selalu kalah dalam kehidupan percintaan gue buat dapetin cewek, gue terlalu mengandalkan kecepatan yang gue punya. Padahal, yang dibutuhkan adalah timing yang tepat.

Timing yang tepat bukan berarti menunggu waktu yang lama untuk melakukan pendekatan, tapi seberapa nyaman kah kita saat berada di sampingnya. Meski pun baru sehari menghabiskan waktu bersama, dan sama-sama merasa nyaman, itu lah timing yang tepat.

7 thoughts on “Timing yang Tepat

  1. persiiiiiiis nden, baru ngalamin. ” Meski pun baru sehari
    menghabiskan waktu bersama, dan
    sama-sama merasa nyaman, itu lah
    timing yang tepat.”

Leave a comment